Kisah Sang Penjaja Koran

8 Jan

penjual-koranPagi itu seorang penjaja koran sedang berteduh di sebuah emperan toko. Sejak subuh hujan yang turun cukup deras, membuatnya tidak bisa menjajakan korannya. Terbayang di benakku, tidak ada satu rupiah pun uang yang akan ia peroleh kalau hari terus hujan.

Namun, kegalauan yang kurasakan ternyata tidak tampak sedikit pun di wajahnya. Hujan masih terus saja turun. Si penjaja koran pun tetap duduk di emperan toko sambil tangannya memegang sesuatu. Tampaknya seperti sebuah buku.

Kuperhatikan dari kejauhan, lembar demi lembar ia baca. Awalnya aku tidak tahu apa yang sedang ia baca. Namun saat kudekati, ternyata ada sebuah Al-Quran di tangannya.

“Assalamu’alaikum.” sapaku.

“Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” jawabnya.

“Bagaimana jualan korannya, Mas.” lanjutku.

“Alhamdulillah, sudah selembar yang terjual.” ujarnya.

“Wah…susah juga ya jualannya kalau hujan begini.” komentarku.

“Insya Allah ada rezekinya.” balasnya.

“Terus, kalau hujannya sampai sore?” tanyaku.

“Itu artinya rezeki saya bukan jualan koran, tapi banyak berdoa.” jawabnya.

“Kenapa?” lanjutku.

“Kata Rasulullah SAW, saat hujan adalah saat mustajab untuk berdoa. Punya kesempatan berdoa, juga rezeki namanya.” jelasnya.

“Lantas, kalau tidak dapat uang?” kataku.

“Berarti rezeki saya bersabar” ujarnya.

“Kalau tidak bisa beli nasi untuk makan.” ucapku.

“Berarti rezeki saya berpuasa.” jelasnya.

“Kenapa mas bisa berpikir seperti itu?” tanyaku lagi.

“Allah SWT yang memberi rezeki. Apa saja rezeki yang diberikan-Nya saya syukuri.
Selama saya jualan koran, meskipun tidak laku, saya tidak pernah kelaparan. Pernah suatu hari, koran saya tidak selembarpun terjual. Saya pun tidak punya uang untuk
makan. Saya puasa saja. Alhamdulillah, mendekati waktu Maghrib ada tetangga yang bawain makanan. Saya makan secukupnya saja. Biar ada tenaga untuk shalat dan ibadah lainnya.” jawabnya dengan tenang.

Hujan reda. Si penjaja koran bersiap-siap untuk berjualan. Ia pamit sambil memasukkan Al-Quran ke dalam tas gendongnya.

Aku termenung menyimaki kalimat-kalimat tausiah yang diucapkannya. Ada penyesalan di dalam hati. Kenapa kalau hujan aku masih resah-gelisah. Khawatir tidak dapat uang, khawatir rumahku terendam banjir, khawatir tidak bisa bertemu orang-orang seprofesi.

Kusadari, rezeki bukan semata uang. Bisa bersabar, bisa berpuasa, bisa berdoa, bisa beribadah adalah juga rezeki dari Allah SWT.

Rezeki hidayah dan bisa bersyukur adalah jauh lebih bermakna daripada uang. Semoga kita selalu menjadi orang yang pandai bersyukur.

Tinggalkan komentar